Minggu, 06 Mei 2012

definisi agroforestri (http://www.bpdas-pemalijratun.net)

Sampai dengan saat ini belum ada kesatuan pendapat di antara para ahli tentang definisi “agroforestri”. Hampir setiap ahli mengusulkan definisi yang berbeda satu dari yang lain. Mendefinisikan agroforestri sama sulitnya dengan mendefinisikan hutan.   Dalam jurnal "Agroforestry Systems" Volume 1 No.1, halaman 7-12 Tahun 1982 ditampilkan tidak kurang dari 12 definisi antara lain:
Agroforestri adalah
… sistem penggunaan lahan terpadu, yang memiliki aspek sosial dan ekologi, dilaksanakan melalui pengkombinasian pepohonan dengan tanaman pertanian dan/atau ternak (hewan), baik secara bersama-sama atau bergiliran, sehingga dari satu unit lahan tercapai hasil total nabati atau hewan yang optimal dalam arti berkesinambungan  (P.K.R. Nair)
… sistem pengelolaan lahan berkelanjutan dan mampu meningkatkan produksi lahan secara keseluruhan, merupakan kombinasi produksi tanaman pertanian (termasuk tanaman tahunan) dengan tanaman hutan dan/atau hewan (ternak), baik secara bersama atau bergiliran, dilaksanakan pada satu bidang lahan dengan menerapkan teknik pengelolaan praktis yang sesuai dengan budaya masyarakat setempat (K.F.S. King dan M.T. Chandler)
……. penanaman pepohonan secara bersamaan atau berurutan dengan tanaman pertanian dan/atau peternakan, baik dalam lingkup keluarga kecil ataupun perusahaan besar. Agroforestri tidak sama dengan hutan kemasyarakatan (community forestry), akan tetapi seringkali tepat untuk pelaksanaan proyek- proyek hutan kemasyarakatan" (L.  Roche)

 
Beberapa definisi agroforestri yang digunakan oleh lembaga penelitian agroforestri internasional (ICRAF = International Centre for Research in Agroforestry) adalah (Huxley, 1999) :
.. sistem penggunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu (pepohonan, perdu, bambu, rotan dan lainnya) dengan tanaman tidak berkayu atau dapat pula dengan rerumputan (pasture), kadang-kadang ada komponen ternak atau hewan lainnya (lebah, ikan) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antara tanaman berkayu dengan komponen lainnya.
.. sistem pengunaan lahan yang mengkombinasikan tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu  (kadang-kadang dengan hewan) yang tumbuh bersamaan atau bergiliran pada suatu lahan, untuk memperoleh berbagai produk dan jasa (services) sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar komponen tanaman.
.. sistem pengeloloaan sumber daya alam yang dinamis secara ekologi dengan penanaman pepohonan di lahan pertanian atau padang penggembalaan untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan
Selanjutnya Lundgren dan Raintree (1982) mengajukan ringkasan banyak definisi agroforestri dengan rumusan sebagai berikut:
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan,  yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada.
Dari beberapa definisi yang telah dikutip secara lengkap tersebut, agroforestri merupakan suatu istilah baru dari praktek-praktek pemanfaatan lahan tradisional yang memiliki unsur-unsur :
  • Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia
  • Penerapan teknologi
  • Komponen tanaman semusim, tanaman tahunan dan/atau ternak atau hewan
  • Waktu bisa bersamaan atau bergiliran dalam suatu periode tertentu
  • Ada interaksi ekologi, sosial, ekonomi
 
Agroforestri telah menarik perhatian peneliti-peneliti teknis dan sosial akan pentingnya pengetahuan dasar pengkombinasian antara pepohonan dengan tanaman tidak berkayu pada lahan yang sama, serta segala keuntungan dan kendalanya.
Masyarakat tidak akan perduli siapa dirinya, apakah mereka orang pertanian, kehutanan atau agroforestri. Mereka juga tidak akan memperdulikan nama praktek pertanian yang dilakukan, yang penting bagi mereka adalah informasi dan binaan teknis yang memberikan keuntungan sosial dan ekonomi.
Penyebarluasan agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumber daya hutan, dan meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan diversifikasi silvikultur.


Istilah agroforestri lain
Di kalangan masyarakat berkembang beberapa istilah yang sering dicampur- adukkan dengan agroforestri. Hal ini sangat membingungkan. Ada yang memandang agroforestri adalah suatu kebijakan pemerintah atau status kepemilikan lahan, bukan sebagai sistem penggunaan lahan.
Berikut ini beberapa contoh definisi agroforestri yang berkembang di masyarakat :
1. Perhutanan Sosial (Social-Forestry)
Perhutanan sosial (social forestry) adalah upaya/kebijakan kehutanan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar hutan.  Produk utama dari perhutanan sosial berupa kayu dan non-kayu.  Oleh karena itu dalam prakteknya dapat berupa pembangunan hutan tanaman (man-made forest) atau penanaman pohon-pohon pada lahan milik masyarakat yang dimanfaatkan bagi industri besar.
Kegiatan perhutanan sosial, kadang-kadang menerapkan agroforestri, yaitu apabila penanaman pohon-pohon harus dilaksanakan bersama-sama dengan komponen pertanian dan/atau peternakan. Walaupun demikian perhutanan sosial adalah tetap merupakan kegiatan kehutanan, karena pada intinya kehadiran komponen pertanian sebagai kombinasi tidak mutlak harus dilakukan.  Istilah social-forestry sebenarnya dipopulerkan di India pada tahun 70-an dan dalam kegiatannya FAO memberikan istilah "Forestry for Rural Community Development".
2. Hutan Kemasyarakatan (Community-Forestry) dan Hutan Rakyat (Farm-Forestry)
Kedua istilah ini merupakan bagian dari perhutanan sosial (social-forestry). Hutan kemasyarakatan (community forestry) adalah hutan yang perencanaan, pembangunan, pengelolaan, dan pemungutan hasil hutan serta pemasarannya dilakukan sendiri oleh masyarakat yang tinggal di sekitar hutan. Pelaksanaannya dapat pula dilakukan oleh pihak kehutanan yang membantu masyarakat dengan mengutamakan keuntungan bagi seluruh masyarakat, bukan untuk individu.
Hutan rakyat (farm-forestry) adalah hutan di mana petani/pemilik lahan menanam pepohonan di lahannya sendiri. Mereka biasanya telah mengikuti pendidikan, latihan dan penyuluhan kehutanan ataupun memperoleh bantuan untuk kegiatan kehutanan.
Bentuk agroforestri mungkin dipilih dan diterapkan pada kedua kegiatan tersebut bila pepohonan ditanam bersama dengan tanaman pertanian. Dengan demikian hutan kemasyarakatan dan hutan rakyat tidak selalu identik dengan agroforestri, karena agroforestri adalah pemanfaatan lahan terpadu tanpa batasan kepemilikan lahan.
3. Hutan Serba-Guna (Multiple Use Forestry)
Hutan serba-guna adalah praktek kehutanan yang mempunyai dua atau lebih tujuan pengelolaan, meliputi produksi, jasa atau keuntungan lainnya. Dalam penerapan dan pelaksanaannya bisa menyertakan tanaman pertanian atau kegiatan peternakan.  Walaupun demikian hutan serba guna tetap merupakan kehutanan (dalam arti penekanannya pada aspek pohon, hasil hutan dan lahan hutan), dan bukan merupakan bentuk pemanfaatan lahan terpadu sebagaimana agroforestri yang secara terencana diarahkan pada pengkombinasian kehutanan dan pertanian untuk mencapai beberapa tujuan yang terkait dengan degradasi lingkungan serta problema masyarakat di pedesaan.
4. Forest Farming
Istilah Forest farming sebenarnya mirip dengan multiple use forestry, yang digunakan untuk upaya peningkatan produksi lahan hutan, yaitu tidak melulu produk kayu, tetapi juga mencakup berbagai bahan pangan dan hijauan. Praktek ini juga sering disebut “Dreidimensionale Forstwirtschaft" atau kehutanan dengan tiga dimensi.  Di Amerika, istilah forest farming digunakan untuk menyatakan upaya pembangunan hutan tanaman oleh petani-petani kecil.
5. Ecofarming
Ecofarming adalah bentuk budidaya pertanian yang mengusahakan sedapat mungkin tercapainya keharmonisan dengan lingkungannya. Dalam hal tertentu dalam ecofarming bisa saja memasukkan komponen pepohonan atau tumbuhan berkayu lainnya sehingga dapat disebut agroforestri. Dalam eco-farming tidak selalu dijumpai unsur kehutanan dalam kombinasinya, sehingga dalam hal ini ecofarming  merupakan kegiatan pertanian.
Ada berbagai bentuk sistem atau praktek agroforestri, baik yang bersifat tradisional atau modern (lihat Bahan Ajaran 2, dan Bahan Latihan), yang tersebar di wilayah tropis dan sub-tropis.  Berbagai contoh tersebut menunjukkan betapa luasnya rentang agroforestri, sehingga para ahli kehutanan dan pertanian konvensional sulit untuk menerimanya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa definisi agroforestri dapat meliputi rentang yang luas dari sistem-sistem pemanfaatan lahan primitif, tradisional maupun modern. Oleh sebab itu, diperlukan adanya batasan yang jelas kapan atau bilamana suatu sistem dapat dikategorikan sebagai agroforestri.  Batasan semacam ini diperlukan untuk menghindari timbulnya pendapat bahwa setiap kombinasi komponen kehutanan, pertanian dan/atau peternakan selalu dapat diklasifikasikan sebagai suatu sistem agroforestri.
Kuenzel (1989) menyarankan untuk melihat adanya interaksi yang nyata dari komponen-komponen penyusunnya.  Sebagai contoh sederetan pohon cemara yang ditanam pada pinggir sawah/ladang yang dimaksudkan melulu untuk produk kayunya, maka sistem tersebut bukan sistem agroforestri.  Namun, bila penanaman pohon tersebut sekaligus juga dimaksudkan untuk melindungi tanaman pertanian dari terpaan angin (windbreak), maka sistem itu dapat dikatakan sebagai agroforestri.
Menurut Lundgren (1982), definisi agroforestri seyogyanya menitikberatkan dua karakter pokok yang umum dipakai pada seluruh bentuk agroforestri yang membedakan dengan sistem penggunaan lahan lainnya:
  1. Adanya pengkombinasian yang terencana/disengaja dalam satu bidang lahan antara tumbuhan berkayu (pepohonan), tanaman pertanian dan/atau ternak/hewan baik secara bersamaan (pembagian ruang) ataupun bergiliran (bergantian waktu);
  2. Ada interaksi ekologis dan/atau ekonomis yang nyata/jelas, baik positif dan/atau negatif antara komponen-komponen sistem yang berkayu maupun tidak berkayu.

Beberapa ciri penting agroforestri yang dikemukakan oleh Lundgren dan Raintree, (1982) adalah:
  1. Agroforestri biasanya tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (tanaman dan/atau hewan).  Paling tidak satu di antaranya tumbuhan berkayu.
  2. Siklus sistem agroforestri selalu lebih dari satu tahun.
  3. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
  4. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar, buah-buahan, obat-obatan.
  5. Minimal mempunyai satu fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya pelindung angin, penaung, penyubur tanah, peneduh sehingga dijadikan pusat berkumpulnya keluarga/masyarakat.
  6. Untuk sistem pertanian masukan rendah di daerah tropis, agroforestri tergantung pada penggunaan dan manipulasi biomasa tanaman terutama dengan mengoptimalkan penggunaan sisa panen.
  7. Sistem agroforestri yang paling sederhanapun secara biologis (struktur dan fungsi) maupun ekonomis jauh lebih kompleks dibandingkan sistem budidaya monokultur.
Agroforestri sebagai sistem penggunaan lahan
Berbicara mengenai agroforestri, berarti berbicara mengenai sistem.  Sistem terdiri dari beberapa komponen dalam susunan tertentu (struktur), yang satu sama lain saling berpengaruh atau melaksanakan fungsinya. Satu sistem membentuk satu kesatuan yang berbeda dengan lingkungannya dan di antara keduanya ada hubungan timbal balik.  Di samping itu satu sistem memiliki sifat-sifat tertentu yang juga dapat berubah antara lain dalam kaitan dengan struktur dan fungsinya.
Agroforestri terdiri dari komponen-komponen kehutanan, pertanian dan/atau peternakan, tetapi agroforestri sebagai suatu sistem mencakup komponen-komponen penyusun yang jauh lebih rumit. Hal yang harus dicatat, agroforestri merupakan suatu sistem buatan (man-made) dan merupakan aplikasi praktis dari interaksi manusia dengan sumber daya alam di sekitarnya. Mengapa demikian? Agroforestri pada prinsipnya dikembangkan untuk memecahkan permasalahan pemanfaatan lahan dan pengembangan pedesaan; serta memanfaatkan potensi-potensi dan peluang-peluang yang ada untuk kesejahteraan manusia dengan dukungan kelestarian sumber daya beserta lingkungannya.  Oleh karena itu manusia selalu merupakan komponen yang terpenting dari suatu sistem agroforestri. Dalam melakukan pengelolaan lahan, manusia melakukan interaksi dengan komponen-komponen agroforestri lainnya.  Komponen tersebut adalah:
  1. Lingkungan abiotis: air, tanah, iklim, topografi, dan mineral.
  2. Lingkungan biotis: tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dll) serta tumbuhan tidak berkayu (tanaman tahunan, tanaman keras, tanaman musiman dll), binatang (ternak, burung, ikan, serangga dll), dan  mikroorganisme.
  3. Lingkungan budaya: teknologi dan informasi, alokasi sumber-sumber daya, infrastruktur dan pemukiman, permintaan dan penawaran, dan disparitas penguasaan/pemilikan lahan.
Komponen-komponen ABC (Abiotic, Biotic dan Culture) tersebut di atas tersusun dalam sistem agroforestri melalui berbagai cara. Beberapa komponen biotis hadir secara alami, yang mungkin sebagian masih bertahan atau tertinggal dari kegiatan penggunaan lahan sebelumnya. Komponen yang lain memang secara khusus atau sengaja ditempatkan/ditanam oleh manusia sebagai pengelola lahan. Berbagai komponen dalam satu sistem akan bereaksi atau menunjukkan respon berbeda dengan respon masing-masing pada kondisi terisolasi. Karena adanya interaksi antar komponen tersebut, sistem  pada dasarnya berbeda dengan total penambahan secara sederhana dari beberapa komponen.  Jadi hutan lebih dari sekedar kumpulan pohon, demikian pula agroforestri bukan sekedar upaya campur-mencampur kehutanan dengan pertanian dan/atau peternakan (von Maydell, 1988).

19 komentar:

DR. Ir. L. Michael Riwu-Kaho, M.Si mengatakan...

untuk semua mahasiswa fapet yg memprogramkan mk. sistem agroforestri. Bacalah artikel ini lantas, buatlah penjelasan menurut pemahaman anda, terhadap pertanyaan saya. Apakah sistem penggunaan lahan savana di NTT dapat dikategorikan sebagai sistem agroforestri?

DR. Ir. L. Michael Riwu-Kaho, M.Si mengatakan...

untuk semua mahasiswa fapet yg memprogramkan mk. sistem agroforestri. Bacalah artikel ini lantas, buatlah penjelasan menurut pemahaman anda, terhadap pertanyaan saya. Apakah sistem penggunaan lahan savana di NTT dapat dikategorikan sebagai sistem agroforestri?

thom gregorius mengatakan...

Trimaksih bapak untuk artikelnya,,,
saya mahasiswa fapet smester 6 yang sedang program mk agroforestri,,

Alfred Nubatonis mengatakan...

Nama : Alfred Nubatonis
NIM : 0905031979
Semester : VI (Enam)
Prodi : Ilmu Peternakan

Menurut saya, Sistem penggunaan lahan di Nusa Tenggara Timur (NTT), dapat di kategorikan sebagai sistem Agroforestry. Hal ini di karenakan :
1. Struktur ekosistem savana yang ada di NTT tersusun atas pohon-pohon yang menyebar dengan kanopi. Jika populasi pohon mendominasi maka savana tersebut dikategorikan sebagai hutan savana. Sebaliknya jika populasi pohon tidak signifikan maka savana tersebut dikategorikan sebagai savana padang rumput (treeless savana)
2. Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia.
3. Savana tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (rumput, pepohonan dan semak )
4. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
5. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar.
6. Mempunyai fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya penyubur tanah.

Anonim mengatakan...

Nama : Alfred Nubatonis
NIM : 0905031979
Semester : VI (Enam)
Prodi : Ilmu Peternakan

Menurut saya, Sistem penggunaan lahan di Nusa Tenggara Timur (NTT), dapat di kategorikan sebagai sistem Agroforestry. Hal ini di karenakan :
1. Struktur ekosistem savana yang ada di NTT tersusun atas pohon-pohon yang menyebar dengan kanopi. Jika populasi pohon mendominasi maka savana tersebut dikategorikan sebagai hutan savana. Sebaliknya jika populasi pohon tidak signifikan maka savana tersebut dikategorikan sebagai savana padang rumput (treeless savana)
2. Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia.
3. Savana tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (rumput, pepohonan dan semak )
4. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
5. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar.
6. Mempunyai fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya penyubur tanah.

Anonim mengatakan...

Nama : Alfred Nubatonis
NIM : 0905031979
Semester : VI (Enam)
Prodi : Ilmu Peternakan

Menurut saya, Sistem penggunaan lahan di Nusa Tenggara Timur (NTT), dapat di kategorikan sebagai sistem Agroforestry. Hal ini di karenakan :
1. Struktur ekosistem savana yang ada di NTT tersusun atas pohon-pohon yang menyebar dengan kanopi. Jika populasi pohon mendominasi maka savana tersebut dikategorikan sebagai hutan savana. Sebaliknya jika populasi pohon tidak signifikan maka savana tersebut dikategorikan sebagai savana padang rumput (treeless savana)
2. Penggunaan lahan atau sistem penggunaan lahan oleh manusia.
3. Savana tersusun dari dua jenis tanaman atau lebih (rumput, pepohonan dan semak )
4. Ada interaksi (ekonomi dan ekologi) antara tanaman berkayu dengan tanaman tidak berkayu.
5. Selalu memiliki dua macam produk atau lebih (multi product), misalnya pakan ternak, kayu bakar.
6. Mempunyai fungsi pelayanan jasa (service function), misalnya penyubur tanah.

Alfred Nubatonis mengatakan...

YA, karena penggunaan lahan savana di NTT digunakan secara terpadu yaitu untuk atau sebagai tempat penggembalaan ternak dan juga dapat digunakan sebagai ladang untuk menanan HMT dan tanaman pangan. selain itu, dari definisi agroforestry sendiri pada lahan savana tidak hanya terdapat rumput namun ada juga phon-pohon dan semak.

hermensi silvana esse mengatakan...

ya, karena lahan savana di NTT tidak saja digunakan sebagai padang penggembalaan tetapi juga dapat digunakan sebagai lahan untuk menanam HMT. selain itu dari definisi agroforestry sendiri maka lahan savana di NTT tidak saja ditumbuhi oleh rumput, namun juga ditumbuhi oleh pohon dan semak. HERMENSI SILVANA ESSE (0905032031)

Maya Alzera Rihimangngi mengatakan...

Menurut saya sistem penggunaan lahan savana di NTT dapat di kategorikan sebagai sistem agroforestry, karena fakta bahwa petani di NTT adalah petani polivalen yang memiliki cabang usaha yang beraneka rupa. Pola usaha tani tradisional sebenarnya merupakan sistem agroforestri tradisional.
Ekosistem savana ini dapat kita sebut sebagai wanatani alamiah karena di situ sangat jelas terlihat ada pola campuran antara tanaman pohon-pohonan yang terdiri dari spesies legum seperti akasia (Acacia leucophloea), acacia yang diintriduksi (Acacia nilotica) dan albisia lokal (Albisia chinensis, Albizia lebbeck, Albizia lebbeckioides dan Albizia procera) dan di bawahnya ada rumput yang biasa dijadikan pakan ternak. Campuran kedua jenis tanaman (pohon-pohonan) dan rumput memberikan manfaat bagi ternak karena keduanya bisa dikonsumsi oleh ternak (polong dan daun yang jatuh atau kemudian dipangkas oleh manusia dan diberikan kepada ternak) serta rumput-rumput yang akan direnggut langsung oleh ternak yang digembalakan di rumput ini.Seperti di Timor dan Flores di mana iklim rata-rata lebih kering dengan curah hujan tahunan di bawah 1.000 sampai di bawah 1.300 mm pertahun dan hujan turun dalam periode waktu 3-4 bulan saja, telah terbentuk ekosistem savana (Arifin, dkk.)
oleh:
Maya A. Rihimangngi (0905032062)

Meriance Imelda Kase mengatakan...

MERIANCE I. KASE (0905032065)
Menurut saya, sistem penggunaan lahan savana di NTT dapat dikategorikan sebagai sistem agroforestri, karena system pengelolaan lahan savana di NTT yang dilakukan oleh masyarakat NTT yaitu menanam pepohonan, leguminosa dan tanaman jangka pendek seperti tanaman pangan dan tanaman makanan ternak serta terdapat komponen seperti ternak, system agroforestry di NTT dikategorikan termasuk system agroforestry sederhana. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, melinjo, petai, jati dan mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu, sayur-sayuran dan rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya.

Meriance Imelda Kase mengatakan...

MERIANCE I. KASE (0905032065)
Menurut saya, sistem penggunaan lahan savana di NTT dapat dikategorikan sebagai sistem agroforestri, karena system pengelolaan lahan savana di NTT yang dilakukan oleh masyarakat NTT yaitu menanam pepohonan, leguminosa dan tanaman jangka pendek seperti tanaman pangan dan tanaman makanan ternak serta terdapat komponen seperti ternak, system agroforestry di NTT dikategorikan termasuk system agroforestry sederhana. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, melinjo, petai, jati dan mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu, sayur-sayuran dan rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya.

Alfred Nubatonis mengatakan...

Nama : Yusti M. Punuf
NIM : 0805022860
Semester : VIII
Jurusan : Nutrisi dan Makanan Ternak

sistem penggunaan lahan savana di Nusa Tenggara Timur (NTT), dapat dikategorikan sebagai sistem agroforestry. Karena :
1. Adanya kombinasi antara rumput dan pepohonan.
2. output yang dihasilkan lebih dari satu jenis.
3. adanya interaksi antara ekologi dan ekonomi
4. penggunaan lahan secara bersamaan dalam jangka waktu yang lama (tahun).

Alfred Nubatonis mengatakan...

lahan savana dapat di kategorikan sebagai lahan agroforestri karena ada kombinasi antara tanaman pertanian,hewan dan pepohonan yang di manfaatkan secara bersamaan ataupun bergiliran.




Nama: Herlince S.Negu

NIM:0805022832

JURUSAN:NUTRISI

Alfred Nubatonis mengatakan...

nama:Herlince S.Negu
nim :0805022832
jurusan:NUTRISI


Sistem penggunaan lahan savana dapat di kategorikan sebagi sistem agroforestri karena di lahan tersebut terdapat kombinasi antara,pepohonan,tanaman pertanian dan hewan yang dapat di manfaatkan secara bersamaan.

thom gregorius mengatakan...

NAMA : THOMAS GREGORIUS ND.SUDA
NIM : 0905032123
SEMESTER : VI

SISTEM PENGGUNAAN LAHAN SAVANNA DI NTT DAPAT DIKATEGORIKAN SEBAGAI SISTEM AGROFORESTRI

McNaughton dan Wolf (1990) dengan menggunakan pendekatan panen biomassa mengemukakan pendapat bahwa savanna adalah komunitas tumbuhan yang berskala regional dan merupakan suatu komunitas antara. Struktur ekosistemnya tersusun atas pohon-pohon yang menyebar dengan kanopi yang terbuka sehingga memungkinkan rumput untuk tumbuh di lantai komunitas. Jika populasi pohon mendominasi maka savanna demikian disebut sebagai hutan savanna. Sebaliknya jika kehadiran pohon tidak signifikan maka savanna demikian adalah savanna padang rumput (treeless savanna).

Savana

Savanna adalah komunitas tumbuhan yang berskala regional dan merupakan suatu komunitas antara. Struktur ekosistemnya tersusun atas pohon-pohon yang menyebar dengan kanopi yang terbuka sehingga memungkinkan rumput untuk tumbuh di lantai komunitas (McNaughton dan Wolf, 1990).

Sistem Agroforestri

Agroforestri adalah semua pola tata guna lahan yang berkesinambungan atau lestari, yang dapat mempertahankan dan meningkatkan hasil optimal panen keseluruhan dengan mengkombinasikan tanaman pangan, tahunan dan tanaman pohon bernilai ekonomi dengan atau tanpa ternak atau ikan piaraan, pada lahan dan waktu yang bersamaan atau waktu yang bergiliran dengan metoda pengelolaan yang praktis, yang sesuai dengan keadaan sosial dan budaya penduduk setempat, serta keadaan ekonomi dan ekologi daerah tersebut (Sudarsono Riswan, 1995).
Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) didominasi daerah savanna. Diperkirakan mencapai 3,5 juta Ha (Luas wilayah daratan NTT 47.349,90 km2). Untuk itu savanna harus dipahami secara baik sehingga tidak salah dalam mengambil kebijakan dan tidak mengeluarkan dana yang besar.
Hutan savanna merupakan tempat dimana populasi pohon lebih mendominasi atau lebih banyak dibandingkan rumput. Menurut pakar silvikultur, Daniel et al. (1995), savanna dikategorikan sebagai sebagai hutan. Penulis ini memberi penjelasan yang sangat komprehensif tentang bentuk dan proses terjadinya savana sebagai berikut.
Musim kemarau yang panjang dan kering memberikan pengaruh yang nyata terhadap terbentuknya hutan musim atau hutan monsoon. Ciri hutan ini, antara lain, hampir semua jenis pohon menggugurkan daun pada musim kemarau, pohonnya tidak begitu tinggi dan banyak cahaya yang menembus ke lantai. Apabila curah hujan benar-benar sangat musiman dengan musim kemarau sangat berangin, dan barangkali faktor-faktor lain juga berpengaruh (masalah yang sangat kontroversial), maka hutan musim akan berkembang menjadi savana karena bertambahnya kekeringan.
Padang penggembalaan lepas merupakan tempat dimana terdapat berbagai macam tanaman mulai dari herba sampai pohon (rumput dan legum) yang dapat dimakan oleh ternak dan tahan terhadap injakan ternak. Ternak biasanya dilepas di padang tersebut untuk memanfaatkan hijauan makanan ternak yang ada.



Kesimpulan
Sistem penggunaan lahan savanna di NTT dapat dikategorikan sebagai sistem agroforestri karena struktur ekosistem savanna NTT tersusun atas pohon-pohon yang menyebar dengan kanopi yang terbuka sehingga memungkinkan rumput untuk tumbuh di lantai komunitas (McNaughton dan Wolf, 1990). Penjelasan ini sejalan dengan pengertian agroforestri, yaitu semua pola tata guna lahan yang berkesinambungan atau lestari, yang dapat mempertahankan dan meningkatkan hasil optimal panen keseluruhan dengan mengkombinasikan tanaman pangan, tahunan dan tanaman pohon bernilai ekonomi dengan atau tanpa ternak atau ikan piaraan, pada lahan dan waktu yang bersamaan atau waktu yang bergiliran dengan metoda pengelolaan yang praktis, yang sesuai dengan keadaan sosial dan budaya penduduk setempat, serta keadaan ekonomi dan ekologi daerah tersebut (Sudarsono Riswan, 1995).

makalah tentang mengatakan...

apakah sy termasuk nih,,,

LELA LIKE LELE mengatakan...

Meski berbeda pendapat tentang definisi, tapi yang terpenting adalah masing-masing mempunyai keinginan untuk mempertahankan kebaikan lingkungan.

High School Diploma Online mengatakan...

Great post and some really useful tips there. I love resource lists like this. Have social bookmarked it in the hope that others can also benefit.

Anonim mengatakan...

bagi saya, sabena a.k.a savana a.k.a sabana adalah sebuah ekosistem alam yang memiliki penggunaan yang multi. sebagai contoh, savanna di Afrika dan juga sebagian wilayah Australia justru lebih kental penggunaannya sebagai rangeland.

Tetapi, jika mengacu pada pertanyaan yang diajukan oleh Dr. Michael, maka saya ingin menjawan Ya, penggunaan savana di NTT atau pulau Timor amat kental dengan pola wanatani. sederhana saja, Ormelling dalam disertasinya The Timor Problems dengan tegas mengatakan bahwa corak teknik pengelolaan agroekosistem di Timor (yang dapat digeneralisasikan NTT secara keseluruhan) adalah polikultur. Istilah ini sebenarnya as-known-as agroforestry.

Mengkomparasikan pendapat ini dengan fakta bahwa hasil remote sensing yang mengintepretasikan bahwa tipe tutupan semak-belukar (atau savana) amat dominan, maka sebenarnya pada lahan savana para masyarakat lokal atau adat di NTT telah mempraktekkan agroforestry systems (AFS) sejak lama.

bahan kuliah 2, MK Pengendalian Kebakaran dan Penggembalaan Liar, Prodihut, S1

Fakta Empirik Kebakaran dan Penggembalaan Liar di Indonesia  Musim kemarau panjang di Indonesia identik dengan masalah akut seputar...